Minggu, 13 Juli 2014

Meraup Jutaan Rupiah dari Budidaya Semut Rangrang

Meraup Jutaan Rupiah dari Budidaya Semut Rangrang 

IMG-20130911-01172.jpg
wacanatuban.com – Istilah Kroto pasti sudah tidak asing lagi buat para pencinta burung kicau, yaitu telur Semut Rangrang atau orang daerah Tuban dan sekitarnya biasa menyebutnya dengan nama Semut Krangkang. Selain biasa digunakan untuk pakan burung kicau, kroto juga banyak digunakan untuk pakan ayam dan juga ikan. Rabu (11/09/2013)
Pasokan Kroto di alam bebas yang kian berkurang dan terbatas, dengan semakin berkurangnya hutan yang merupakan habitat semut rangrang. Selain itu, keberadaan Kroto pada saat musim penghujan juga mesti berkurang. Padahal permintaan Kroto cukup tinggi, terutama dari para pencinta burung kicau.
Makanya, pembudidayaan semut rangrang mulai dilakukan. Salah satu pembudidaya adalah Warsidi (29), warga Dusun Ndrudi, Desa Sambongrejo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Pemuda single itu mengaku mulai tertarik menggeluti bisnis tersebut, lantaran melihat peluang bisnis yang cerah dari hasil budidaya hewan bernama latin Oecophylla smaragdina tersebut.
Menurut Warsidi, tiap bulan, permintaan Kroto atau telur yang dihasilkan Semut Rangrang terus meningkat. Maklum, permintaan tak hanya datang dari pecinta burung kicau, tetapi juga dari penjual dan pengepul burung kicau yang ada diberbagai kawasan di Kabupaten Tuban.
“Sekarang kan cari Kroto di alam juga sulit mas. Jadi mereka lebih memilih beli daripada harus mencari Kroto sendiri,” ujarnya.

Warsidi yang semula belajar budidaya Kroto dari internet itu mengaku, Dalam sekali panen yang dilakukan 14 hari sekali itu. Dirinya bisa menjual 7 hingga 8 kilogram Kroto yang biasanya tiap kilonya dihargai pembeli Rp. 150-160. Artinya, tiap bulan Warsidi bisa mengantongi omzet Rp 2,4 juta.
Warsidi mengungkapkan, usaha yang baru digelutinya selama 6 bulan ini hanya bermodalkan sekitar 400 ribu, itupun hanya untuk membeli besi yang dirangkai menjadi 4 tingkat untuk tempat budidaya. Sedangkan untuk tempat rangrang, dirinya hanya menggunakan botol bekas air kemasan.
“Kalau untuk semut rangrangnya, saya cari sendiri di tegalan mas, saya kumpulkan selama satu minggu, ongkos budidaya sangat kecil karena perawatannya juga simpel,” imbuhnya.
Budidaya Semut Rangrang penghasil kroto menurut Warsidi tergolong mudah dan tidak butuh biaya besar. Intinya, budidaya Semut Rangrang cukup dijauhkan dari hewan pengganggu dan diberi makanan yang cukup. Sementara untuk kandang tempat budidaya Semut Rangrang bisa memanfaatkan toples ataupun botol minuman bekas. Toples atau botol tersebut bisa menampung satu koloni Semut Rangrang yang jumlahnya mencapai ribuan ekor.
Menurutnya, semua bahan toples atau botol cocok buat budidaya Semut Rangrang. Namun berdasarkan pengalamannya, semut rangrang lebih cepat membangun sarang bila ditaruh di botol mizone. “Kalau menggunakan botol mizone sarangnya bisa jadi dalam 2 x 24 jam. Sedangkan untuk bahan lain bisa tiga sampai empat hari,” ujarnya.
Sementara untuk kondisi toples atau botol sendiri harus bersih dari tanah. Nantinya, Semut Rangrang akan mengeluarkan semacam benang sutra dari mulutnya sebagai bahan membuat sarang. Supaya hasilnya maksimal, meja toples harus dijauhkan dari sinar matahari dan gangguan hewan, seperti ayam, tokek, katak, ataupun tikus.
Tempatkan mangkuk berisi air di kaki-kaki meja itu sehingga semut tidak keluar dari area meja.
Untuk pakan dan minumnya, cukup sediakan ulat kandang dan air gula di meja tersebut. Nantinya, semut akan keluar sendiri dari botol atau toples lewat lubang yang sudah disediakan. Ulat kandang ini banyak dijual di pasaran. Sedangkan, untuk minumnya bisa diberikan air gula dicampur air matang.
“Selain itu juga bisa diberi makan dengan jangkrik maupun belalang,” kata Warsidi.
Sementara untuk memanennya atau mengambil Kroto cukup dengan mengangkat botol dan menuangkan diatas ayak padi. “Dengan menggoyangkannya secara perlahan Kroto akan terpisah dengan rangrang dari sarang,” katanya. (Rok)

0 komentar:

Posting Komentar