Meraup Jutaan Rupiah dari Budidaya Semut Rangrang
wacanatuban.com –
Istilah Kroto pasti sudah tidak asing lagi buat para pencinta burung
kicau, yaitu telur Semut Rangrang atau orang daerah Tuban dan sekitarnya
biasa menyebutnya dengan nama Semut Krangkang. Selain biasa digunakan
untuk pakan burung kicau, kroto juga banyak digunakan untuk pakan ayam
dan juga ikan. Rabu (11/09/2013)
Pasokan Kroto di alam bebas yang kian
berkurang dan terbatas, dengan semakin berkurangnya hutan yang merupakan
habitat semut rangrang. Selain itu, keberadaan Kroto pada saat musim
penghujan juga mesti berkurang. Padahal permintaan Kroto cukup tinggi,
terutama dari para pencinta burung kicau.
Makanya, pembudidayaan semut rangrang
mulai dilakukan. Salah satu pembudidaya adalah Warsidi (29), warga Dusun
Ndrudi, Desa Sambongrejo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Pemuda
single itu mengaku mulai tertarik menggeluti bisnis tersebut, lantaran
melihat peluang bisnis yang cerah dari hasil budidaya hewan bernama
latin Oecophylla smaragdina tersebut.
Menurut Warsidi, tiap bulan, permintaan
Kroto atau telur yang dihasilkan Semut Rangrang terus meningkat. Maklum,
permintaan tak hanya datang dari pecinta burung kicau, tetapi juga dari
penjual dan pengepul burung kicau yang ada diberbagai kawasan di
Kabupaten Tuban.
“Sekarang kan cari Kroto di alam juga sulit mas. Jadi mereka lebih memilih beli daripada harus mencari Kroto sendiri,” ujarnya.
Warsidi yang semula belajar budidaya
Kroto dari internet itu mengaku, Dalam sekali panen yang dilakukan 14
hari sekali itu. Dirinya bisa menjual 7 hingga 8 kilogram Kroto yang
biasanya tiap kilonya dihargai pembeli Rp. 150-160. Artinya, tiap bulan
Warsidi bisa mengantongi omzet Rp 2,4 juta.
Warsidi mengungkapkan, usaha yang baru
digelutinya selama 6 bulan ini hanya bermodalkan sekitar 400 ribu,
itupun hanya untuk membeli besi yang dirangkai menjadi 4 tingkat untuk
tempat budidaya. Sedangkan untuk tempat rangrang, dirinya hanya
menggunakan botol bekas air kemasan.
“Kalau untuk semut rangrangnya, saya
cari sendiri di tegalan mas, saya kumpulkan selama satu minggu, ongkos
budidaya sangat kecil karena perawatannya juga simpel,” imbuhnya.
Budidaya Semut Rangrang penghasil kroto
menurut Warsidi tergolong mudah dan tidak butuh biaya besar. Intinya,
budidaya Semut Rangrang cukup dijauhkan dari hewan pengganggu dan diberi
makanan yang cukup. Sementara untuk kandang tempat budidaya Semut
Rangrang bisa memanfaatkan toples ataupun botol minuman bekas. Toples
atau botol tersebut bisa menampung satu koloni Semut Rangrang yang
jumlahnya mencapai ribuan ekor.
Menurutnya, semua bahan toples atau
botol cocok buat budidaya Semut Rangrang. Namun berdasarkan
pengalamannya, semut rangrang lebih cepat membangun sarang bila ditaruh
di botol mizone. “Kalau menggunakan botol mizone sarangnya bisa jadi
dalam 2 x 24 jam. Sedangkan untuk bahan lain bisa tiga sampai empat
hari,” ujarnya.
Sementara untuk kondisi toples atau
botol sendiri harus bersih dari tanah. Nantinya, Semut Rangrang akan
mengeluarkan semacam benang sutra dari mulutnya sebagai bahan membuat
sarang. Supaya hasilnya maksimal, meja toples harus dijauhkan dari sinar
matahari dan gangguan hewan, seperti ayam, tokek, katak, ataupun tikus.
Tempatkan mangkuk berisi air di kaki-kaki meja itu sehingga semut tidak keluar dari area meja.
Untuk pakan dan minumnya, cukup sediakan
ulat kandang dan air gula di meja tersebut. Nantinya, semut akan keluar
sendiri dari botol atau toples lewat lubang yang sudah disediakan. Ulat
kandang ini banyak dijual di pasaran. Sedangkan, untuk minumnya bisa
diberikan air gula dicampur air matang.
“Selain itu juga bisa diberi makan dengan jangkrik maupun belalang,” kata Warsidi.
Sementara untuk memanennya atau
mengambil Kroto cukup dengan mengangkat botol dan menuangkan diatas ayak
padi. “Dengan menggoyangkannya secara perlahan Kroto akan terpisah
dengan rangrang dari sarang,” katanya. (Rok)
0 komentar:
Posting Komentar